Kamis, 17 Desember 2009

Jeff Arch


Aku sudah setengah jalan mengetik naskah sesuai aslinya sebelum sadar kalau mungkin aku akan bermasalah dengan hak paten, maka ku putuskan untuk menghapus yang ada dan memulainya dari sudut pandangku sendiri. Kisah nyata tentang seseorang yang tak pernah ku kenal tapi salah satu hasil tulisannya sangat ku kagumi. Penulis naskah film Sleepless in Seattle, salah satu film drama komedi romantis terbaik yang pernah kutonton, dan aku sama sekali tidak menyangka kalau akan membaca kisahnya dari buku Chicken Soup for the Writer’s Soul yang kubeli. Ini salah salah satu kisah mengagumkan yang paling ku sukai dari buku itu dan aku ingin membaginya bersama kalian. May you like it too..!


Jeff Arch
Penulis naskah film drama komedi romantis paling terkenal sepanjang masa Sleepless in Seattle, Jeff Arch, tidak memulai karir menulisnya di bidang film secara mulus. Memerlukan waktu hampir seumur hidup ditambah delapan tahun usaha tanpa henti baginya untuk menghasilkan suatu naskah film yang box office serta melambungkan namanya itu. Suatu kebangkitan yang muncul dari sebuah keterpurukan yang dalam serta penuh keputusasaan.
Meskipun merasa yakin bahwa ia telah berada pada jalur yang tepat dalam hidupnya dengan menjalani karir sebagai seorang penulis naskah film dan drama, Jeff dihantui krisis kepercayaan diri yang besar terhadap karya-karya yang ia hasilkan. Ia menganggap keputusannya untuk melakukan pembukaan pementasan dramanya di New York pada bulan Juni tahun 1985 adalah terlalu berani. Sejak awal dia sudah tahu kalau pertunjukkan itu akan gagal dan resensi dari para kritikus di koran-koran yang ia baca juga tidak menambah baik perasaannya terhadap apa yang terjadi. Sebagian dirinya tak dapat menerima kritikan kejam mengerikan semacam itu. Meskipun dari luar ia nampak optimis, tapi itu hanyalah suatu kepura-puraan di depan keluarga, kolega, serta relasinya, jauh di dalam Jeff menemukan hatinya hancur.
Selama beberapa waktu kemudian Jeff berusaha menilik ulang semua hal yang telah dia lakukan; semua usaha kerasnya, setiap pengorbanannya, seluruh perjuangannya selama dua tahun demi menghasilkan tulisan yang benar-benar bagus untuk dipertunjukkan kini sia-sia, tak ada yang dihasilkan kecuali rasa lelah, derita, dan kecewa. Ia harus memilih apakah akan terus di jalur ini ataukah mencari hal lain sebagai ganti bagi kehidupannya dengan seorang istri dan seorang anak perempuan berumur empat bulan yang perlu diberi makan, Jeff tak tahu bagaimana harus memberitahu mereka tentang kegagalannya. Ia berpikir untuk mencari sesuatu yang lebih nyata.
Selama bekerja Jeff melakukannya bersama seorang teman yang telah ia kenal semenjak kuliah yang sama terpukulnya seperti dia. Saat mereka berada di sebuah restoran tempat pesta paska pertunjukkan diadakan, tiba-tiba Jeff berkata lirih pada temannya, “Ini adalah hadiah,” yang ditanggapi temannya dengan penuh ketakpercayaan. Dia menyarankan agar mereka melepaskan semua yang telah mereka perjuangka, namun Jeff menolak untuk melakukannya. Jeff telah mulai berpikir positif tentang apa yang terjadi.
Dia berpikir bahwa tulisan-tulisan serta pertunjukkan drama yang telah ia hasilkan seumur hidupnya tidaklah salah, yang salah adalah dirinya. Ada sesuatu yang tidak beres dengannya saat itu yang menuntut untuk dibereskan. Di usia tigapuluh tahun ia menyadari bahwa ketidakbahagiaannya selama ini mempengaruhi setiap hal yang dia kerjakan, dan itu membawa dampak negatif di mana keberhasilan pergi menjauhinya. Ia mulai mencari tahu akar masalah dan berjanji pada dirinya sendiri akan berusaha untuk mengubah keadaannya menjadi lebih baik. Malam itu Jeff mulai memandang kegagalannya bagai sebuah koin yang cuma separuh, sedangkan separuhnya lagi harus ia ciptakan sendiri.
Dengan penuh keyakinan hati, Jeff berusaha memulai semuanya dari awal lagi, meskipun itu akan memerlukan waktu yang lama. Dan kemudian apapun yang terjadi, baik atau buruk, ia akan tetap merasa bahagia karena telah menyelesaikannya. Itulah yang pada akhirnya akan menjadi hadiah yang dimaksud Jeff.
Musim panas tahun 1993 pun tiba. Jeff kembali ke New York, hampir persis di tempat yang sama saat dia membaca resensi mengerikan tentang pertunjukkan dramanya delapan tahun lalu. Dia datang atas undangan untuk menjadi pembicara di sebuah kelas film dengan ratusan peserta yang menyambutnya penuh antusiasme. Mereka semua terpukau dengan keberhasilannya, bahkan Jeff lebih terpukau lagi pada orang-orang yang banyak itu.
Naskah film yang telah dibuat Jeff mengguncang AS pada tahun 1993. Sleepless in Seattle, sebuah film yang belum pernah dibuat sebelumnya, kisah menyentuh tentang dua tokohnya yang tak pernah bertemu sebelumnya kecuali pada bagian akhir adegan. Diperankan oleh aktor kawakan Tom Hanks dan Aktris papan atas Meg Ryan dengan sangat memikat.
Seperti yang di katakan Jeff tentang film tersebut kepada para audiens yang antusias, “Tidak ada senjata, tidak ada kekerasan, tidak ada seks, tidak ada kejar-mengejar mobil, tidak ada bahasa kasar, tidak ada penjahat. Kami telah melanggar semua aturan, dan orang-orang datang berbondong-bondong.”
Jeff telah melengkapi kekurangan dari sisi separuh koinnya delapan tahun lalu. Itu adalah sebuah perayaan cinta bagi Jeff yang tidak pernah melupakan untuk memenuhi janji pada dirinya sendiri atas apa yang harus ia lakukan.
“Aku memberi diriku sendiri sebuah hadiah,” katanya.
Kini kita dapat memahami bahwa sebuah karya tulis yang dihasilkan dengan hati yang tulus dan jujur akan selalu memancarkan suatu keyakinan yang tidak hanya menyentuh kehidupan penulisnya tapi juga kehidupan orang lain. Itulah sebabnya kenapa Sleepless in Seattle begitu sukses luar biasa.


To you who’s struggling of being a writer or whatever you want to be, do not ever let the fear stop you to fight. Let your dream go and on and on then you’ll be amazed on how time has brought you there, something that beyond your imagination. Keep fighting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar